Minggu, 29 Oktober 2017

OKSAMNIKUIN : OBAT ANTITREMATODA



OKSAMNIKUIN

Oksamnikuin adalah salah satu obat antitrematoda turunan Kuinolin yang efektif untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh trematoda.
Oksamnikuin merupakan obat pilihan lain terhadap S. mansoni, kurang efektif terhadap S.haematobium atau S. japonicum. Absorbsi pada saluran cerna cukup baik, kadar serum tertinggi dicapai dalam 3 jam, dan waktu paro dalam serum antara 1-2,5 jam. Dosis: 15 mg/kg bb 1-2 dd, selama 1-2 hari.
Oksamnikum segera diserap setelah pemberian oral. Adanya mekanan dapat menghambat terjadinya absobsi sehingga mengurnagi kadar yang dicapai dalam plasma, metabolism terjadi secara intensif sehingga sabagian besar obat diekskresikan dalam bentuk metabolit bersam urin.


Karakteristik utama:
·         Oksamnikuin adalah suatu derivat dari 2-aminometiltetrahidrokuinolin yang digunakan sebagai alternativ untuk terapi dari skistosomiasis
·         Obat ini hanya efektif  untuk terapi S. mansoni
·         Mekanisme kerja dari obat ini belum diketahui, tetapi diduga menyebabkan paralisis otot dengan memengaruhi pengikatan DNA
·         Efek samping obat yang sering timbul pada pasien yang mengkonsumsi obat ini adalah berupa sakit kepala, diare, muntah dan nyeri pada perut
·         Dengan mengkonsumsi obat ini dapat terjadi perubahan warna urine (orange)



PERTANYAAN
1.      Kapan waktu yang tepat untuk mengkonsumsi obat ini?
2.      Apa contoh obat antitrematoda lainnya ?
3.      Bagaimana mekanisme kerja dari oksamnikuin?
4.      Apakah oksamnikuin dapat dikembangkan/ dirancang menjadi obat baru yang lebih efektif?
5.      Apa kandungan dari obat Oksamnikuin?
6.      Adakah efeksamping dari pemakaian Oksamnikuin lainnya?
7.      Bagaimana kontraindikasi dari pemakaian Oksamnikuin?
8.      Obat apa yang efektif terhadap S.haematobium atau S. japonicum ?
9.      Apa saja jenis cacing trematoda?

REVIEW : ANALGETIK, Karakteristik Struktur Morfin



REVIEW : ANALGETIK
  
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik akibat kerusakan jaringan dan pengalaman emosional , jadi tidak mesti disebabkan oleh kerusakan jaringan. Nyeri berkaitan dengan terinduksinya nonireceptor (reseptor nyeri) ke otak.
Mekanisme terjadinya nyeri yaitu akan dihasilkannya senyawa kimia, seperti bradikinin, prostaglandin, dan sebagainya yang akan dihantarkan kesistem saraf. Selanjutnya serabut saraf akan meneruskan ke sumsum tulang belakang dan kemudian akan direspon diotak.
Dari mekanisme inilah yang mendasari dilakukan usaha untuk mengatasi nyeri tersebut. Yaitu dengan memberikan obat yang dapat mencegah ataupun menghambat pengeluaran senyawa kimia yang dapat merangsang sistemsaraf agar tidak dteruskan keotak. Sehingga tidak ditimbulkannya respon nyeri.


MORFIN
Morfin didapat dari opium, yaitu getah kering tanaman Papaver somniferum. Opium mengandung tidak kurang dari 25 alkaloida, antara lain adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin, tebain dan narsein. Selain efek analgesik, turunan morfin juga menimbulkan euphoria sehingga banyak disalahgunakan. Oleh karena itu distribusi turunan morfin dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Karena turunan morfin menimbulkan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka dicari turunan atau analognya, yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek kecanduannya lebih rendah.

Karakteristik struktur analgetik
Farmakopor =
      ·         Bagian hidrofil sebagai HBA/HBD
      ·         Bagian aromatic sebagaiikatan Van Der Waals
      ·         Bagian cincin amin : ionic
      ·         Atom pusat (tidak mengikat atom H)

Hubungan struktur dan aktivitas





 






a.       Gugus Fenolik OH
Metilasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan aktivitas analgesik secara drastis.

b.      Gugus Alkohol
Penutupan atau penghilangan gugus alkohol tidak akan menimbulkan penurunan efek analgesik dan pada kenyataannya malah sering menghasilkan efek yang berlawanan. Peningkatan aktivitas lebih disebabkan oleh sifat farmakodinamik dibandingkan dengan afinitasnya dengan reseptor analgesik. Dengan kata lain, lebih ditentukan oleh berapa banyak obat yang mencapai reseptor, bukan seberapa terikat dengan reseptor.

c.       Ikatan Rangkap C7 dan C8
Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi dibanding morfin. Beberapa analog termasuk dihidromorfin menunjukkan bahwa ikatan rangkap tidak penting untuk aktivitas analgesik.

d.      Cincin Aromatik
Cincin aromatik memegang peranan penting dimana jika senyawa tidak memiliki cincin aromatik tidak akan menghasilkan aktivitas analgesik. Cincin Aromatik dan nitrogen merupakan dua struktur yang umum ditemukan dalam aktivitas analgesik opioid. Cincin Aromatik dan nitrogen dasar adalah komponen penting dalam efek untuk μ agonis, akan tetapi jika hanya kedua komponen ini saja, tidak akan cukup juga untuk menghasilkan aktivitas, sehingga penambahan gugus farmakofor diperlukan. Substitusi pada cincin aromatik juga akan mengurangi aktivitas analgesik.


PERTANYAAN
1.      Bagaimana stereokimia dari morfin?
2.      Apa contoh analog dari morfin ? dan bagaimana kelebihannya?
3.      Apa perbedaan metadon, morfin, dan petidin dari segi strukturnya?
4.      Selain morfin, apa contoh obat analgetik ?
5.      Bagaimana metabolisme dari obat analgetik secara umum?
6.      Bagaimana metabolisme dari morfin?
7.      Bagaimana langkah-langkah dalam mengembangkan/merancang obat analgetik?
8.      Bagaimana cara mengubah lead coumpound dari morfin?
9.      Dimana letak reseptor obat analgetik?
10.  Bagaimana mekanisme kerja obat morfin?

AZAS PERANCANGAN OBAT : Pengertian, Capaian, Tujuan

AZAS PERANCANGAN OBAT


 
Rancangan obat merupakan suatu usaha untuk mengembangkan obat yang telah ada, yang sudah diketahui struktur molekul dan aktivitas biologinya, atas dasar  penalaran yang sistematik dan rasional , dengan mengurangi faktor coba-coba seminimal mungkin.

Subpokok bahasan : membandingkan sintesis analog dengan perancangan bernalar dan identifikasi farmakopor

Capaian :
·         Memahami hubungan aktifitas dengan sifat fisika kimia dari obat untuk meramalkan obat baru yang belum disintesis
·         Mengelompokkan gugus farmakopor





Tujuan Rancangan Obat :

·         Untuk memahami aktifitas fisika kimia dari obat dan meramalkan obat baru yang belum di sintesa
·         Dapat mengetahui gugus farmakopor yang nantinya akan berinteraksi dengan reseptor
·         Dapat menghemat waktu dan biaya dalam mendapatkan obat baru dengan aktifitas yang lebih baik dan efek samping yang lebih kecil
·         Untuk mengembangkan lebih lanjut obat yang sudah ada dengan tujuan mendapatkan obat baru dengan efek biologis yang diinginkan dan mengurangi atau menghilangkan efek samping pada obat yang sebelumnya
·         Dapat memanipulasi molekul dengan site aktif terhadap suatu enzimnya




Pertanyaan : 
1. Bagaimana langkah-langkah dalam melakukan perancangan obat ?
2. Adakah syarat suatu obat agar dapat dirancang/dibuat analognya ?
3. Apa pentingnya melakukan perancangan obat ?
4. Apa contoh obat yang telah dikembangkan ?
5. Apa contoh modifikasi kimia yang dilakukan orang pada obat yang sudah dikenal?
6. Apakah pernah terjadi kegagalan dalam pengembangan obat? berikan contohnya
7. Kapan pengembangan/perancangan obat pertama kali dilakukan? dan siapa orang yang melakukan perancangan tersebut?
8. Apa latar belakang yang melandasi dilakukannya perancangan obat?
9. Adakah kerugian dari melakukan perancangan obat?
10. Adakah cara yang paling murah dan mudah dalam perancangan obat?


Jumat, 20 Oktober 2017

ANTIHISTAMIN : Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Antihistamin


ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen-antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas, antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu antagonis H1, antagonis-H2 dan antagonis-H3.
Ø  Antagonis-H1 terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi.
Ø  Antagonis-H2 digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita tukak lambung.
Ø  Antagonis-H3 sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskular, pengobatan alergi dan kelainan mental.

A.   Antagonis-H1
Antagonis-H1 sering pula disebut antihistamin klasik atau antihistamin-H1, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamin pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Diklinik digunakan untuk mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca, misalnya radang selaput lendir hidung, bersin, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit, seperti pruriti untikaria, ekzem dan dormatitis. Selain itu antagonis-H1 juga digunakan sebagai antiemetik, antimabuk, anti Parkinson, antibatuk, sedatif, antipsikotik, dun anestesi setempat. Antagonis H1 kurang efektif untuk pengobatan asma bronkial dan syok anafilaksis Kelompok ini menimbulkan efek potensiasi dengan alkohol dan obat penekan sistem saraf pusat lain. Efek samping antagonis antara lain mengantuk, kelemahan otot, gangguan koordinasi pada waktu tidur, gelisah, tremor, iritasi, kejang dan sakit kepala.


Hubungan struktur dan aktivitas antagonis-H1
Antihistamin yang memblok reseptor H1 secara umum mempunyai struktur sebagai berikut:

Ar                    = gugus aril, termasuk fenil, fenil tersubstitusi dan heteroaril
Ar’                   = gugus aril kedua
R dan R’         = gugus alkil
X                     = gugus isosterik, seperti O, N dan CH
X                     = O, adalah turunan aminoalkil eter, senyawa menimbulkan efek sedasi besar
X                     = N, adalah turunan etilendiamin, senyawa lebih aktif tetapi juga lebih toksik.
X                     = CH, adalah turunan alkilamin, senyawa kurang aktif tetapi toksistas rendah

a.       Gugua aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan reseptor H1. Monosubstitusi gugus yang mempunyai efek induktif (-), Cl atau Br, pada posisi para gugus Ar atau Ar’ akan meningkatkan aktivitas, kemungkinan karena dapat memperkuat ikatan hidrofob dengan reseptor. disubstitusi pada posisi para akan menurunkan aktivitas. Substitusi pada posisi orto atau meta juga menurunkan aktivitas
b.      Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom N pada ujung adalah amin tersier yang pada pH fisiologis bermuatan positif sehingga dapat yang mengikat reseptor H1 melalu ikatan ion. N-dimetil mempunyai aktivasi yang tinggi dan perpanjangan atom C akan menurunkan aktivitas. Kadang-kadang atom N di ujung merupakan bagian dari struktur heterosiklik misalnya pada antazolin dan klorsiklizin, dan senyawa masih menunjukkan aktivitas antihistamin yang tinggi
c.       Kuarternerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu  menghasilkan senyawa yang kurang aktif.
d.      Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktivitas antihistamin optimal bila jumlah atom C=2 dan jarak antara pusat cincin aromatik dan N alifatik 5-6 = Å, karena menyerupai jarak rantai samping molekul histamin. Perpanjangan jumlah atom C atau adanya percabangan pada rantai samping akan menurunkan aktivitas.
e.       Factor sterik juga mempengaruhi aktivitas antagonis-H1. Jarak 5-6 Å diatas mudah dicapai bila gugus-gugus pada atom X dan N membentuk konformasi trans, sehingga bentuk isomer trans lebih aktif dibanding isomer cis. Meskipun demikian, di dalam larutan antagonis-H1 tidak hanya terdapat dalam bentuk konformasi trans saja tetapi juga dalam bentuk cis.
f.         Untuk aktivitas antihistamin maksimal, kedua cincin aromatik pada struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama. Analog flueren yang kedua cincinnya koplanar aktivitasnya seperseratus kali dibanding aktivitas difenhidramin.

g.        Pada turunan trisiklik yang poten, seperti, fenotiazin, cincin A, dan C tidak terletak pada bidang yang sama dan cincin B terdapat dalam bentuk perahu
Bentuk perahu dari cincin fenotiazin

h.      Feniramin, klorfeniramin dan karbinoksamin mempunyai stereoselektivitas terhadap reseptor H1. Bentuk isomer dekstro lebih aktif dibanding bentuk levo. Dalam bentuk isomer tersebut senyawa senyava di atas mempunyai konfigurasi mutlak S.
i.        Senyawa yang menunjukkan aktivitas antihistamin secara stereoselektif pusat asimetrik harus terletak pada atom C yang mengikat gugus gugu aromatik. Bila pusat asimetrik terletak pada atom C di mana terikat gugus dimetilamino, aktivitasnya akan hilang
j.        Struktur senyawa antagonis-H1 dan senyawa pemblok kolinergik mempunyai persamaan yang menarik sehingga antagonis-H1 dapat menunjukkan aktivitas antikolinergik, sedang senyawa pemblok kolinergik juga menunjukkan aktivitas antihistamin
.           Secara umum antagonis-H1 digunakan dalam bentuk garam garam HCl, sitrat, fumarat, fosfat, suksinat, tartrat dan maleat, untuk meningkatkan kelarutan dalam air.
.           Berdasarkan struktur kimianya antagonis H1 dibagi menjadi enam kelompok yaitu turunan eter aminoalki, turunan etilendiamin, turunan alkilamin, turunan piperazin, turunan fenotiazin dan turunan lain-lain.
  1. Turunan Eter Aminoalkil
Struktur umum Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan struktur dan aktivitas
  • Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi para cincin aromatik akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
  • Pemasukan gugus CH3 pada posisi para cincin aromatik juga meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi orto akan menghilangkan efek antagonis H1 dan meningkatkan aktivitas antikolinergik.
  • Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.

Turunan eter aminoalkil yang pertama kali digunakan sebagai antagonis-H1 adalah difenhidramin. Studi hubungan kuantitatif turunan difenhidramin oleh Kutter dan Hansch menunjukkan bahwa sifat lipofilik dan sterik mempengaruhi aktivitas antihistamin dan pengaruh sifat sterik lebih dominan dibanding sifat lipofilik.
Efek samping umum turunan aminoalkil eter tersier adalah mengantuk. Efek samping pada saluran cerna relatif rendah.  Contoh : difenhidramin HCl, dimenhidrinat, karbinoksamin maleat, klorfenoksamin HCl, klemastin fumarat dan piprinhidrinat
Hubungan struktur antagonis-Hi turunan eter aminoalkil dapat dilihat pada tabel :

Tabel 1. Struktur antagonis-Hi turunan eter amino

Contoh
  1. Difenhidramin HCI (Benadryl) merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedatif dan antikolinergik. Senyawa ini digunakan untuk pengobatan berbagai kondisi alergi, seperti pruritik, urtikaria, ekzem, dermatitis atopik, rinitis untuk antispasmodic (antikolinergik), antiemetik dan obat batuk.
  2. Dimenhidrinat (Dramamin, Antimo), adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8 kloroteofilin. Dimenhidrinat digunakan untuk antimabuk, diberikan 1,5 jam sebelum berpergian, dan antimual pada wanita hamil. Efek farmakologis ini tidak berhubungan dengan aktivitas antihistamin dari difenhidramin
  3. Karbinoksamin maleat (Clistin), mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat dua cincin aromatik. Bentuk yang aktif adalah isomer levo dengan konfigurasi S karena dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor H1. Karbinoksamin menimbulkan efek sedasi yang lebih ringan dibanding difenhidramin. Dalam perdagangan tersedia dalam bentuk campuran rasemat.
  4. Korfenoksamin HCl (Systral), penyerapan dalam saluran cerna rendah sehingga untuk memperoleh efek sistemik diperlukan dosis cukup besar. Klorfenoksamin lebih sering digunakan secara setempat untuk antipruritik dan antialergi. Obat ini juga digunakan untuk analgesik karena mempunyai efek anestesi setempat.
  5. Klemastin fumarat (Tavegyl), merupakan antagonis-H1 kuat dengan masa kerja panjang. Efek antikolinergik dan penekanan sistem saraf pusatnya kecil. Bentuk yang aktif adalah isomer dekstro dengan pusat kiral yang membentuk konfigurasi R. Klemastin digunakan untuk memperbaiki gejala pada alergi rinitis, dermatosis, seperti pruritic, urtikaria, ekzem, dermatitis atau erupsi, dan sebagai antikolinergik. Piprinhidrinat (Kolton), difenilpiralin 8 kloroteofilinat, digunakan terutama untuk pengobatan rinitis, alergi konjungtivitis dan demam karena alergi. Dosis: 3-6 mg 2 dd.

  1. Turunan Etilendiamin
 Struktur umum Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H-1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun efek penekan sistem saraf pusat dan iritasi lambung cukup besar.
Fenbenzamin (mepiramin) merupakan antagonis H1 turunan etilendiamin yang pertama kali digunakan dalam klinik. Penggantian isosterik gugus fenil dengan gugus 2-piridil, seperti pada tripelenamin, dapat meningkatkan aktivitas dan menurunkan toksisitas. Pemasukan gugus metoksi pada posisi para gugus benzil tripelenamin, seperti pada pirilamin, akan meningkatkan aktivitas dan memperpanjang masa kerja obat.
Contoh: tri pelenamin HCl, antazolin HCl, mebhidrolin nafadisilat dan bamipin HCl (Soventol).
Hubungan struktur antagonis-H1 turunan etilendiamin dapat dilihat pada Tabel:
Tabel 2. Struktur antagonis H1 turunan etilendiamin
Contoh
  1. Tripelenamin HCI (Azaron, Tripel), mempunyai efek antihistamin sebanding difenhidramin dengan efek samping lebih rendah Tripelenamin juga digunakan untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat. Efektif untuk pengobatan gejala alergi kulit, seperti pruritis dan urtikaria kronik
  2. Antazolin HCl (Antistine), mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turunan etilendiamin lain. Antazolin mempunyai efek antikolinergik dan lebih banyak digunakan untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat dua kali lebih besar dibanding prokain HCl. Dosis untuk obat mata larutan 0,5%
  3. Mebhidrolin nafadisilat (incidal, histapan), strukturnya mengandung rantai samping aminopropil dalam sistem heterosiklik karbolin dan bersifat kaku. Senyawa tidak menimbulkan efek analgesik dan anestesi setempat. Mebhidrolin digunakan untuk pengobatan gejala pada alergi dermal, seperti dermatitis dan ekzem, konjungtivitis dan asma bronkial. Penyerapan obat dalam saluran cerna relatif lambat, kadar plasma tertinggi dicapai setelah ± 2 jam dan menurun secara bertahap sampai 8 jam.
  1. Turunan Alkilamin
Struktur umum: Ar(Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2.
Turunan alkilamin merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah.  Contoh: feniramin maleat, bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat dan triprolidin HCl.
 Hubungan struktur antagonis Hu turunan alkilarnin dapat dilihat pada Tabel :
Tabel 34. struktur antagonis-H1 turunan alkilamin

Contoh:
  1. Feniramin maleat (Avil), merupakan turunan alkilamin yang mempunyai efek antihistamin-H1 terendah. Diperdagangkan dalam bentuk campuran rasematnya.
  2. Klorfeniramin maleat (Chlor-Trimeton= C.T.M., Cohistan, Pehachlor), merupakan antihistamin-H1 yang populer dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi. Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktivitas antihistamin. Klorfeniramin mempunyai aktivitas 20 kali lebih besar dibanding feniramin dan batas keamanannya 50 kali lebih besar dibanding tripelenamin. Penyerapan obat dalam saluran cerna cukup baik, ± 70% obat terikat oleh protein plasma. Kadar darah tertinggi obat dicapai 2-3 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma 18-40 jam.
Bromfeniramin maleat, mempunyai aktivitas sebanding dengan klorfeniramin maleat.
Deksklorfeniramin maleat (Polaramine, Polamec), adalah isomer dekstro klorfeniramin maleat, mempunyai aktivitas yang lebih besar dibanding campuran rasematnya.
  1. Dimetinden maleat (Fenistil), aktif dalam bentuk isomer levo, digunakan untuk pengobatan pruritik dan berbagai bentuk alergi. Awal kerja obat cepat, 20-60 menit setelah pemberian oral dan efeknya berakhir setelah 8-12 jam.
  1. Turunan Piperazin
Struktur umum :
Turunan piperazin mempunyai efek antihistamin sedang, dengan awal kerja lambat ±9-24 jam. Terutama digunakan untuk mencegah dan mengobati mual, muntah dan pusing serta untuk mengurangi gejala alergi, seperti urtikaria. Contoh silklizin, buklizin, setirizin, sinarizin, homoklorsilklizin, hidroksizin HCI dan oksatomid.
Hubungan struktur antagonis-H1 turunan piperazin dapat dilihat pada Tabel:
.
Tabel 4. strukturantagonis H-1 turunan piperazin


Contoh:
  1. Homoklorsiklizin (Homoclomin), mempunyai spektrum kerja luas, merupakan antagonis yang kuat terhadap histamin, serotonin dan asetilkolin, serta dapat memblok kerja bradikinin dan slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A). Homoklorsiklizin digunakan untuk pengobatan gejala pada alergi dermal, seperti pruritis, ekzem dermatitis dan erupsi, serta alergi rinitis. Penyerapan obat dalam Baluran cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai 1 jam setelah pemberian oral.
  2. Hidroksizin HCl (Iterax) dapat menekan aktivitas daerah tertentu subkortikal sistem saraf pusat sehingga digunakan untuk memperbaiki gejala ketegangan dan kecemasan pada psikoneurosis dan sebagai sedatif pada pramedikasi anestesi. Hidroksizin juga mempunyai efek antihistamin, bronkodilator, analgesik dan antiemetik. Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat, awal kerjanya cepat ±15-30 menit. Kadar darah tertinggi dicapai ±2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma ±12-20 jam.
  3. Oksatomid (Tinset), merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai jenis reaksi alergi. Mekanisme kerjanya berbeda d antihistamin klasik lain, yaitu dengan menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga menghambat efeknya. Kerja antialergi lebih luas dibanding antihistamin klasik lain, yang hanya memblok efek dari histamin. Oksatomid digunakan untuk pencegahan dan pengobatan alergi rhinitis, urtikaria kronik dan alergi makanan. Oksatomid juga untuk pengobatan asma ekstrinsik tetapi tidak untuk pencegahan. Pada umumnya diberikan sesudah makan.
  1. Turunan Fenotiazin
Turunan fenotiazin selain mempunyai efek antihistamin juga mempunyai  aktivitas tranquilizer dan antiemetic,  serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesik dan sedatif.
Secara umum pemasukan gugus halogen atau CF3 pada posisi 2 perpanjangan atom C rantai samping, misal etil menjadi propil akan meningkatkan aktivitas tranquilizer dan menurunkan efek antihistamin.
Contoh: prometazin HCl, metdilazin HCl, mekuitazin, oksomemazin, siproheptadin HCl, isotipendil HCl, azatadin maleat, loratadin dan pizotifen maleat.
 Hubungan struktur antagonis-H1 turunan fenotiazin dapat dilihat Tabel:
Tabel 5. Struktur antagonis H1 turunan fenotiazin


Contoh
  1. Prometazin HCl (Camergan, Phenergan, Prome), merupakan antihistamin-H1 dengan aktivitas cukupan dan masa kerja panjang, digunakan sebagai antiemetik dan tranquilizer. Prometazin menimbulkan efek sedasi cukup besar dan digunakan pula untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat.
  2. Metdilazin HCl (Tacaryl), digunakan terutama sebagai antipruritic. Absorpsi obat dalam saluran cerna cepat, kadar darah tertinggi dicapai 30 menit setelah pemberian oral.
  3. Mekuitazin (Meviran), adalah antagonis-H1 yang kuat dengan masa kerja panjang, digunakan untuk memperbaiki gejala alergi. terutama alergi rinitis, pruritik, urtikaria dan ekzem.
  4. Oksomemazin (Doxergan), adalah antagonis-H1 yang kuat dengan masa kerja panjang, digunakan untuk memperbaiki gejala alergi, terutama alergi rinitis dan kutaneus dan untuk antibatuk
  5. Isotipendil HCl (Andatol), merupakan antagonis-H1 turunan azafenotinzin, digunakan sebagai antipruritik, urtikaria dan dermatitis. Senyawa ini menimbulkan efek sedasi cukup besar. Masa kerja obat ±6 jam. Kadang-kadang digunakan pula sebagai antihistamin setempat.
  6. Pizotifen hidrogen fumarat, adalah antihistamin-H1 yang sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan. Dosis 0,5 mg 1 dd

  1. Turunan Lain-Lain
  1. Siproheptadin HCI (Periactin, Ennamax, Heptasan, Pronicy. Prohessen), strukturnya berhubungan dengan fenotiazin, yaitu atom S cincin trisiklik diganti dengan -CH=CH- dan N diganti dengan atom Csp2. Siproheptadin merupakan antihistamin dengan aktivitas sebanding dengan klorfeniramin maleat. Siproheptadin juga mempunyai efek antiserotonin, antimigrain, perangsang nafsu makan dan tranquilizer. Efeknya terhadap sistem saraf pusat kecil. Siproheptadin digunakan terutama untuk alergi kulit, seperti pruritik, urtikaria, ekzem dan an untuk dermatitis, dan alergi rinitis. Kadang-kadang digunakan untuk perangsang nafsu makan dengan mekanisme kerja yang belum diketahui. Dosis 4 mg 3-1 dd.
  2. Azatadin maleat (zadine) adalah azaisomer dari siproheptadin, didapat dengan cara mereduksi ikatan rangkap C10-C11. Azatadin merupakan antagonis-H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan efek sedasi rendah. Aktivitasnya tiga kali lebih besar disbanding klorfeniramin maleat. Azatadin digunakan untuk alergi kulit, rinitis dan alergi sistemik. Dosis, 1 mg 2 dd


  1. Antagonis-H1 Generasi Kedua
Antihistamin-H1 yang ideal adalah bila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  • senyawa mempunyai affinitas yang tinggi terhadap reseptor H1
  • tidak menimbulkan efek sedasi,
  • afinitasnya rendah terhadap reseptor kolinergik dan adrenergic

Contoh senyawa yang memenuhi kriteria di atas antara lain adalah: terfenadin, feksofenadin, astemizol, sefarantin, loratidin, setirizin, akrivastin, taksifilin, dan sodium kromolin (asam kromoglikat, Intal)
  1. Terfenadin (Hiblorex, Nadane), merupakan antagonis-H1 selektif yang relatif tidak menimbulkan efek sedasi dan antikolinergik. Senyawa tidak berinteraksi dengan α dan β-reseptor adrenergik, karena tidak mampu menembus sawar darah otak. Terfenadin efektif untuk pengobatan alergi rinitis musiman, pruritik dan urtikaria kronik. Absorbsi obat dalam saluran cerna baik dan cepat, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-3 jam setelah pemberian oral. Awal kerja obat cepat ±1-2 jam, efeknya mencapai maksimum setelah 3-4 jam dan berakhir setelah ±8 jam. Terfenadin terikat oleh protein plasma 97%, dengan waktu paro eliminasi 20-25 jam. Dosis 60 mg 2 dd. Metabolit utama terfenadin adalah feksofenadin (Allegra) yang juga merupakan poten antagonis H-1

  1. Akrivastin (Semprex), senyawa analog tripolidin yang mempunyai lipofilitas lebih rendah karena mengandung gugus asam akrilat. Penurunan lipofilitas menyebabkan senyawa sulit menembus sawar darah otak, sehingga tidak menimbulkan efek samping sedasi, menurunkan masa kerja obat (waktu paro= 1,7 jam), dan awal kerja menjadi lebih cepat (1-2 jam). Akrivastin digunakan untuk alergi kulit yang kronis. Dosis 8 mg 3 dd.
  2. Astemizol (Hismanal, Scantihis), adalah antagonis-H1 yang kuat dan relatif tidak menimbulkan efek penekan sistem saraf pusat (sedasi) karena tidak mampu menembus sawar darah-otak. Masa kerjanya sangat panjang, waktu paro 20 jam, dan tidak menimbulkan efek antikolinergik. Astemizol efektif untuk menekan gejala alergi rinitis, alergi konjungtivitis dan urtikaria kronik. Absorpsi obat dalam saluran cerna baik dan cepat, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,6-1 jam setelah pemberian oral. Pemberian dosis tunggal dapat menekan gejala reaksi alergi selama 24 jam. Dosis 10 mg 1 dd.

  1. Loratadin (Claritin), adalah antihistamin trisiklik turunan azatidin yang poten, mempunyai masa kerja panjang dengan aktivitas antagonis perifer yang selektif. Efek sedasi dan antikolinergiknya rendah. Loratadin digunakan untuk meringankan gejala alergi rinitis, urtikaria kronik dan lain-lain kelainan alergi dermatologis.
  2. Setirizin adalah turunan benzhidril piperazin yang mengandung gugus etoksi karboksilat, mempunyai masa kerja panjang dengan aktivitas antagonis perifer yang selektif. Efeksedasi dan antikolinergiknya rendah


B.   Antagonis H2
Antagonis-H2 adalah senyawa yang menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor H2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung. Secara umum di gunakan untuk pengobatan tukak lambung dan usus. Efek samping antagonis-H2 antara lain adalah diare, nyeri otot dan kegelisahan.
Mekanisme kerja
Antagonis-H2 mempunyai struktur serupa dengan histamin,yaitu mengandung cincin imidazol atau bioisosteriknya, tetapi berbeda pada panjang gugus rantai samping, yang meskipun polar tetapi tidak bermuatan. Pada interaksi obat dengan reseptor H2, cincin imidazol atau bioisosteriknya terikat pada sisi reseptor khas melalui ikatan dipol, sedang rantai samping yang panjang dan tidak bermuatan terikat melalui ikatan hidrofob dan kekuatan van der Waals pada sisi reseptor tidak khas.
Hipotesis sederhana mekanisme kerja senyawa Antagonis-H2 dijelaskan sebagai berikut:
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamin, gastrin dan asetilkolin. Antagonis H2 menghambat secara langsung kerja histamine pada sekresi asam (efikasi intrinsik) dan menghambat kerja potensiasi histamin pada sekresi asam, yang dirungsang oleh gastrin atau asetilkolin (efikasi potensiasi).
Jadi histamin mempunyai efikasi intrinsik dan efikasi potensiasi, sedang gastrin dan asetilkolin hanya mempunyai efikasi potensiasi. Hal ini berarti bahwa hanya yang dapat meningkatkan sekresi asam, sedang gastrin atau asetilkolin hanya meningkatkan sekresi asam karena factor efek potensiasinya dengan histamin

PERMASALAHAN
  1. Bagaimana bioavailibilitas Difenhidramin HCI dalam memberikan efek antihistamin?
  2. Mengapa Klemastin fumarat dikatakan merupakan antagonis-H1 kuat dan berapa lama masa kerja untuk menimbulkan efek ?
  3. Apa yang melatarbelakangi dikembangkannya Antagonis-H1 generasi kedua?
  4. Bagaimana cara menghilangkan atau meminimalkan efek sedasi ?

Daftar Pustaka
Siswandono, dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.